Sabtu, 01 Maret 2014

Tan Malaka, Inspirasi Saya


  Tan Malaka, tidak banyak orang yang mengetahuinya. 'tidak banyak', literally. Sudah berkali-kali teman saya bertanya "siapa Tan Malaka?", dan dengan sabar saya menjawabnya. Mungkin dari pembaca juga masih ada yang belum tau sosok Tan Malaka. Tapi seharusnya di zaman yang kecepatan internetnya bisa lebih dari 1 mbps ini kita bisa dengan mudah untuk mencari info tentang siapa beliau. Oke, saya tau anda malas untuk googling, itulah mengapa anda membaca tulisan saya

  Saya tidak akan menjelaskan siapa Tan Malaka secara detail, hanya sedikit preview. Pertama kali saya tahu Tan Malaka dari guru sejarah saya 3 tahun silam, berawal dari diskusi kecil di perpustakaan sekolah. Ketika itu sebenarnya saya hanya menguping pembicaraan guru dan teman saya sebelum akhirnya saya bergabung. Waktu itu guru saya memang terkesan meng-overglorifikasi Tan Malaka. Beliau bercerita bahwa Tan Malaka adalah pahlawan negara yang terlupakan. Salah satu pemikir terbaik di zamannya, dan mungkin adalah orang Indonesia yang mempunyai kemampuan linguistik, logika, dan diplomatik terbaik pada masa itu. Itulah yang membuat dia begitu berbahaya bagi musuh dan bahkan orang Indonesia sendiri. Tan Malaka adalah buronan di 7 negara dan punya lebih dari 23 nama samaran. Ia adalah anggota Komintern di mana kehadirannya di Moskow diterima langsung oleh Stalin. Ia adalah seorang revolusioner sejati dan orang pertama yang menyinggung mengenai Republik Indonesia ketika menulis buku Naar de Republiek Indonesia. Tan Malaka adalah seorang pelarian, bahkan di tanah yang ia turut ia perjuangkan kemerdekaanya.

  Cerita singkat beliau tentang Tan Malaka sungguh sangat menarik. Saya mendapatkan softcopy buku Madilog yang tersohor itu. Sejujurnya, waktu itu saya tak begitu paham itu buku soal apa. Dialektika Hegel saja belum pernah dengar, apalagi yang disajikan oleh Tan dalam magnum opusnya tersebut. Tidak mudah memang untuk mencerna Madilog-nya Tan Malaka, butuh waktu yang lama bagi saya untuk akhirnya bisa mendapat intisari dari buku ini. Saya terperangah, bagaimana bisa di tahun 1948 ada orang Indonesia yang bisa berpikir semaju dan seprogresif ini sedang di abad 21 masih banyak orang berpola pikir mistik dan primitif?

  Saya bukanlah orang dengan nasionalisme yang tinggi. Tentu jika bisa memilih saya tidak ingin dilahirkan dan hidup di Indonesia. Tapi sejak membaca buku-buku Tan Malaka pikiran saya mulai banyak berubah. Progresivitas dan visi kebangsaan Tan saya rasa menjadi salah satu tiang beton paling kokoh dalam kepala saya. Dari sosok dan riwayat perjuangannya, saya belajar bahwa menjadi lain dan punya pendirian adalah sesuatu yang tak perlu dirisaukan, sekalipun tak ada yang menemani. Beliau adalah inspirasi saya. Inspirasi untuk banyak menulis, untuk banyak belajar, dan untuk selalu mempertahankan idealisme

  Sekarang sudah ada banyak diskusi tentang Tan Malaka sejak publikasi buku biografi Tan Malaka. Akan tetapi banyak juga terjadi penolakan dan pembubaran diskusi Tan Malaka oleh beberapa oknum. Ribut-ribut soal penolakan diskusi buku Tan Malaka yang ditulis Harry Poeze ini sebenarnya menjadi blessing in disguise. Ini adalah sebuah momentum yang tepat untuk mengiklankan Tan Malaka kepada lebih banyak lagi orang yang belum pernah mendengar namanya. Saya cukup beruntung bisa menghadiri diskusi buku Tan Malaka di kampus saya beberapa minggu yang lalu dan saya terkejut karena banyak sekali orang yang mnghadiri diskusi tersebut. Banyak orang yang penasaran menghadiri diskusi Tan Malaka karena munculnya pemberitaan tentang pembubaran diskusi tersebut. Maka dari itu, saya haturkan terimakasih kepada mereka yang meributkan buku Harry Poeze dan rangkaian diskusinya, saya anggap tak lebih dari sekadar buzzer Tan Malaka untuk diseminasi informasi soal tokoh yang terbuang ini kepada masyarakat yang lebih luas

 Benarlah apa yang kau katakan, bung. Suara bung tetap lebih keras dari dalam kubur daripada dari atas bumi!Benarlah apa yang kau katakan, bung. Suara bung tetap lebih keras dari dalam kubur daripada dari atas bumi!
____________________________________________________________________________________